SETELAH ITU WAKTU SEAKAN TERHENTI SEPERTI DALAM PENGARUH TOMBOL “PAUSE.”
Pagi itu, Kamis tgl 17 September 2015 pukul 05.45, seperti biasa saya membangunkan Gaby dari tidurnya dengan mencium pipi dan dagunya ( saya suka dengan bentuk dagu Gaby yang cantik ). Gaby lalu bangun tidur dengan manis (sudah gampang dibangunin ) dan langsung menuju kamar mandi untuk saya mandikan seperti biasanya. Setelah Gaby selesai mandi, baru giliran dede yang saya mandikan.
Setelah semua berseragam rapi, saya menanyakan kepada Gaby mengenai tugas yang tertulis di agendanya, tentang Food Groups ( dairy foods, fruit and vegetables, carbohydrate, protein ( fish and meat ), fat and sugar.
"Bie, nih kemarin malem mama udah guntingin gambarnya dari majalah, bener ga gambarnya kayak gini ?" tanya saya kepada Gaby mengenai tugasnya yang harus dikumpul Selasa depan ( 5 hari kemudian ).
Jawab Gaby "Yang ini bener. Yang ini gambarnya kegedean ma. Yang gambar nasi ini digunting aja ma. Nasinya masuk ke carbohydrate, yang gambar ayam bakarnya masuk ke protein. Ma, kata miss, gambarnya ngga boleh gede-gede, dan gambarnya ngga boleh hitam putih, harus berwarna. Nanti ditempel di karton HVS kayak yang di buku Science."
Mama jawab "ok, ntar mama cariin deh di internet, diprint warna."
Lalu Gaby bertanya "Mama selalu bantuin tugas Bibie emangnya mama selalu mau Bibie dapet nilai excellent ya ?"
Jawab mama "Ia lah Bie. Mama kan sayang Bibie." Dan Gaby tersenyum nyengir ke mama.
Di mobil dalam perjalanan ke sekolah, Gaby berkata "Ma jangan lupa ya nanti bikinin Bibie puding love." Mama jawab "Ok boss. Ntar pas pulang sekolah Bibie buka kulkas pasti udah ada puding lovenya, ok ?"
Setelah sampai di sekolah ( pukul 07.20 ), mama anter Gaby dan dede ke tangga depan. Gaby berkata lagi "MA, CIUM DULU." Seperti hari-hari sebelumnya, tanpa diminta pun sy selalu mencium Gaby dan dedenya sebelum masuk kelas. Tapi kata-kata “MA, CIUM DULU” ternyata menjadi kata-kata terakhir Gaby kepada saya.
Setelah saya cium kedua anak saya, mereka menaiki tangga dan saya mengawasi sampai mereka hilang dari pandangan saya.
Seperti biasa saya langsung menuju kantor. Setelah buka kantor ( pukul 08.00) saya ke pasar belakang untuk beli cetakan puding pesanan Gaby. Setelah itu saya balik ke kantor dan browsing google mencari gambar-gambar Food Groups untuk tugas Gaby.
Belum selesai mencari gambarnya, hp saya berdering ( pukul 09.11), dan suara di seberang sana berkata "Miss, bisa ke Rumah Sakit Puri sekarang. Gaby sakit."
Langsung saya jawab " ORANG GABY SEHAT KOK. DIA NGGA SAKIT. Kenapa memangnya ? GABY TENGGELAM YA ?".
Suara ditelpon menjawab "Segera dateng aja miss ke Rumah Sakit. Sekarang ya !"
Saya menjawab "Rumah sakit atau UKS ?" Saya masih tidak kepikiran sampai segawat itu Gaby sampai harus dibawa ke rumah sakit, sebab pihak sekolah tidak mengatakan yang sebenarnya kepada kami bahwa Gaby tenggelam ( tapi berbohong dengan mengatakan sakit ).
Semoga orang yang mengabarkan keadaan Gaby kepada saya via telpon itu, menyadari kesalahannya telah berbohong kepada kami. Apalagi ini menyangkut nyawa seorang anak yang tidak berdosa. Kok tega banget sih anda ?
Saya langsung hubungi papa Gaby yang belum sampai kantor. Papa Gaby bilang saya duluan aja langsung ke Rumah Sakit, jangan tunggu papa Gaby. Takut kalau Gaby dalam keadaan gawat.
Saya langsung berangkat dengan hati was-was dan sedikit lemas, serta hati harap-harap cemas. Di jalan saya terus panggil-panggil Gaby sambil nyetir “Bibie kenapa Bie ? Mama sayang Bibie. Tuhan Yesus tolong Gaby.”
Sayangnya jalanan macet parah, jadi perjalanan saya serasa lama sekali. Dalam perjalanan hp sy berbunyi lagi “Miss sudah sampai mana ? Langsung ke Emergency room ya.”
Sampai di rumah sakit, langsung saya berlari ke Emergency Room. Saat saya tiba di Emergency Room, sy lihat hanya ada guru UKS di sekolah itu sedang menemani Gaby di Emergency Room yang terlihat bingung dan memasang muka cengo ga tau harus ngapain. Sementara dokter sibuk mengupayakan pertolongan untuk Gaby.
Gaby sudah terbaring tidak bergerak dengan mengenakan baju renang. Kacamata dan topi renang masih terjuntai di dekat Gaby. Terlihat banyak kantung-kantung penampungan yang berisi air kolam bercampur darah Gaby. Bibirnya sudah membiru. “Ya Tuhan. Apa saya mimpi ?” batin saya bertanya.
“Bibie, Bibie, kenapa Bie ? Kenapa jadi begini Bie ? Bangun Bie. Mama sayang Bibie. Mama sayang Bibie. Bie, mama sayang Bibie. Bibie bangun dong Bie.” teriak saya spontan sambil memeluk Gaby.
“Tuhan Yesus, tolong Gaby. Tuhan Yesus tolong Gaby.” saya berteriak tak henti-hentinya sambil memeluk Gaby.
Kemudian papa Gaby tiba, dan langsung berteriak sambil menangis memeluk Gaby “Aduh Bie. Jangan tinggalin papa Bie. Bangun Bie. Papa sayang Bibie. Kenapa bisa jadi begini Bie ? Tuhan Yesus tolong Gaby. Tuhan Yesus tolong Gaby.”
Papa Gaby sempat berkata kepada guru UKS yang ada disitu “Apa-apaan sih sekolah. Anak saya kok bisa jadi begini. Udah bayar mahal-mahal.”
Setelah beberapa menit dokter melakukan tindakan tapi tidak ada hasil, akhirnya dokter berbisik di telinga saya “Yang sabar ya bu. Gaby sudah ngga ada. Sebenernya sejak sampai di rumah sakit tadi Gaby sudah ngga ada. Cuma kita tetep coba upayakan memberikan tindakan. Tapi tetep ngga ada hasil. Sabar ya bu.”
Tangisan papa Gaby pecah seketika. Sia-sia ia sudah bekerja keras untuk memberikan pendidikan yang baik buat Gaby, tapi hasilnya nyawa Gaby malah melayang.
Seperti mimpi di siang bolong rasanya saat itu. Antara percaya dan ngga percaya. Terjadi begitu saja diluar kemampuan saya. Tapi anehnya ada dorongan dari dalam hati saya yang mengatakan bahwa Gaby tidak mati. Jiwa Gaby masih ada disana dan mungkin sedang melihat kami papa mamanya. Mungkin itu cara Tuhan menguatkan iman saya.
Hati saya sebagai mama yang sudah mengandung, melahirkan, membesarkan, mendampinginya belajar dan buat PR, mengantar jemput sekolah dan les sangat-sangat hancur. Tapi saya berpikir, saat ini yang terpenting buat Gaby adalah doa, bukan tangisan. Bukankah doa seorang ibu kepada anaknya sangat besar kuasanya ? Dan surga ada di telapak kaki ibu ? Kewajiban saya sebagai mamanya yang sangat menyayanginya adalah terus mendoakan Gaby supaya dia senantiasa diliputi kebahagiaan abadi di Surga.
Saya membisikkan ke telinga Gaby : doa Bapa Kami ( doa yang juga saya panjatkan saat di ruang operasi Caesar 8 tahun lalu saat melahirkan Gaby ), Salam Maria, Kemuliaan, Aku Percaya. Saya percaya Gaby sudah aman bersama Yesus dan Bunda Maria. Namun saat itu kesedihan tetap melanda saya jauh sampai ke lubuk hati saya yang paling dalam, dan mungkin hanya Tuhan yang bisa memahaminya.
Untungnya saya sadar bahwa cara yang tepat untuk menyayangi anak kita yang telah pulang ke rumah Bapa bukanlah dengan cara terus menangisi dan meratapi kepergiannya, tapi dengan cara terus mendoakan dan mengenangnya seumur hidup kita.
Selamat jalan Gaby. Mama dan papa akan selalu menyayangi Gaby. Mama dan papa akan selalu bangga dan bersyukur kepada Tuhan, sudah diberikan anak sebaik Gaby. Maafkan mama dan papa bila kadang membuat Gaby sedih. Mama dan papa akan selalu mendoakan Gaby sampai nanti kita berkumpul kembali dalam kerahiman Allah. Terima kasih Gaby sudah jadi anak mama papa yang hebat.
Sampai ketemu lagi Gaby. Tungguin papa mama ya, suatu saat papa mama juga akan menyusul Bibie. Jangan sedih ya Bie, sebab Yesus akan memberikan kebahagiaan lebih dari yang papa dan mama sudah berikan buat Bibie.
Tuhan Yesus beneran hebat kan Bie ? Surga beneran indah kan Bie ?
Pasti Bibie sudah jawab "ia ma." tapi sayangnya mama ga bisa denger.
Sumber :